MAYBRAT, (Maybrat News) – Wakil Ketua II DPRD Kabupaten
Maybrat, Agustinus Tenau, S.Sos., M.Si menegaskan jika dilihat secara
utuh keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat secara eksplisit tidak
diatur batas waktu pemberlakuannya.
Kecuali penerimaan dana pelaksanaan Otsus yang besarnya 2% . Dana
Alokasi Umum Nasional dibatasi waktu hingga 20 tahun ( baca : pasal 34
ayat (3) huruf e dan ayat (6) uu no 21/2001 ). Agustunis mengatakan
penyaluran dana Otsus sejak 2002 hingga 2020 sudah mencapai 94,24
triliun rupiah. Dana Otsus tersebut akan berakhir 2021.
Dengan akan berakhirnya Otsus, kata Agustinus, Pemerintah Pusat
mulai memikirkan langkah perpanjangan dana Otsus . Presiden Jokowi
dalam rapat kabinet terbatas 11 Maret 2020 , kata Agustunis, telah
menginstruksikan beberapa hal terkait penyaluran dana Otsus.
“Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh tentang tata kelola dan
efektifitas penyaluran dana Otsus. Evaluasi mencakup transparansi,
akuntabilitas penggunaan dana . Presiden juga menegaskan agar dibangun
dengan sistem, desain dan cara kerja baru yang lebih efektif. Dengan
demikian dana Otsus bisa menghasilkan lompatan kemajuan bagi masyarakat
Papua dan Papua Barat. Presiden juga menegaskan, perancangan instrumen
penyaluran dana Otsus yang baru harus dikonsultasikan dengan seluruh
komponen masyarakat di Papua,”kata Agustinus.
Politisi Partai NasDem menambahkan jika Pemerintah Pusat
memperpanjang Otsus atau memberlakukan Otsus Jilid II, harus lebih dulu
ditanya apa kemauan masyarakat Papua, sehingga tidak ada penolakan.
Belakangan ini, kata Agustinus, muncul penolakan dari berbagai elemen
masyarakat tentang penolakan perubahan UU Otsus . Menyikapi hal itu,
Pemerintah Pusat dan daerah seharusnya turun ke tengah masyarakat untuk
menyerap aspirasi yang berkembang . Kemudian difasilitasi penyaluran
aspirasi itu supaya terarah. Jangan dibiarkan aspirasi tersebut seperti
bola liar yang nantinya semakin sulit dikendalikan.
“Motif rakyat Papua menolak pemberlakuan kebijakan Otsus jilid II
harus dikaji secara mendalam . Secara kontekstual sebenarnya rakyat
Papua merasa tidak ada gunanya arti kekhususan itu. Meski ada Otsus ,
tetapi banyak praktek diskriminasi, rasisme, marginalisasi, konflik dan
kekerasan serta pelanggaran HAM di Papua,”ujar Agustinus.
Agustinus berharap agar Pemerintah Pusat lebih bijaksana menyikapi
masalah perpanjangan Otsus. Pemerintah, ujar Agustinis, harus segera
membangun pendekatan dialogis dan kompromistis . Lembaga negara baik
yang ada di daerah dan pusat juga harus membuka diri, membuka ruang
dialog dengan para tokoh masyarakat Papua . “Langkah ini penting dan
harus segera dilakukan untuk meminimalisir derasnya arus penolakan
Otsus Jilid II,”tegas Agustinus. (Mrk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar