MAYBRAT, (Maybrat News) – Pemkab Maybrat dan DPRD
setempat, dinilai tak menseriusi operasi pengejaran aparat keamanan,
yang berdampak terhadap nasib dan kehidupan ratusan warga sipil di
wilayah Distrik Aifat Timur.
Dikabarkan, ratusan warga sipil asal tiga kampung di wilayah itu
hingga saat ini masih mengungsi ke hutan, pasca penyisiran aparat
gabungan dalam mengejar terduga pelaku penganiayaan berujung kematian
satu anggota Brimob Polda Papua Barat, di Distrik Moskona Selatan,
Kabupaten Teluk Bintuni, lalu.
Tokoh muda Papua, Septinus George Saa yang juga putra asli Aifat,
Kabupaten Maybrat, mendesak Pemkab dan DPRD, untuk tidak berdiam diri
dalam situasi tersebut.
“Ini sudah beberapa hari pasca operasi penyisiran yang diamati akan
terus dilanjutkan dan belum ada respon Pemerintah kabupaten bahkan DPRD
setempat,” ujarnya, melalui rilisnya, Kamis (30/4/2020).
Dia mengatakan intervensi dan respon cepat harus ada, sehingga
masyarakat yang mengungsi ke hutan, mendapat jaminan untuk kembali dan
beraktifitas secara normal di tengah mewabahnya Virus Corona (Covid-19).
Selain itu, peraih First Step to Nobel Prize in Physics, di Warsawa,
Polandia 2004 ini, mengatakan Bupati sebagai pemimpin wilayah, adalah
figur yang berkuasa dan bilamana ada kegiatan tertentu yang menciptakan
tidak stabilnya kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, maka bupati
memiliki wewenang untuk memberhentikan kegiatan tersebut.
“Pemerintahan sipil di seluruh dunia, dengan wilayah administrasi
yang jelas, adalah penguasa mutlak. Aparat keamanan pun, patuh pada
pemimpin sipil dan apapun yang terjadi di wilayah sipil pemerintahan
yang sah, Bupati yang berkuasa penuh,” ucapnya.
“Bupati itu dipilih rakyat, bukan Presiden yang pilih atau Gubernur
yang menempatkan. Ini wewenang penuh Bupati dan masyarakat sebagai
konstituen yang memilih dan menempatkannya menjadi pemimpin di
wilayahnya, sehingga Bupati harus melindungi kepentingan masyarkat
sebagai konstituen utama,” ujarnya.
Upaya Dialog dan Pendampingan Hukum
Sebagai solusi, dia menawarkan peran serta tokoh masyarakat, tokoh
agama, dewan adat, perwakilan pemerintah dan DPRP untuk duduk bersama,
menegaskan agar pendekatan pengejaran oknum yang di duga melakukan
pembunuhan, dapat dilakukan dengan negosiasi yang bermartabat bersama
masyarakat, agar membantu aparat untuk menangkap terduga pelaku.
“Masyarkat di Aifat Timur, harus di ajak untuk bekerja sama untuk
mendorong penegakan hukum, sehingga oknum yang diduga melakukan tindak
pidana dapat menyerahkan diri. Juga, perlu ditegaskan agar mereka yang
diduga sebagai pelaku, bisa mendapatkan pendampingan hukum dari lembaga
bantuan hukum,” sebutnya.
Sebagai seorang anak yang berasal dari wilayah tersebut, dirinya juga
meminta tim dari LP3BH Manokwari yang dipimpin pengacara dan pembela
HAM, Yan Christian Warinussy, untuk mendampingi proses hukum yang
dituduhkan.
“Diharapkan juga agar proses hukum dilakukan secara transparan.
Berita acara perkara yang dibuat kepolisian harus di dampingi oleh kuasa
hukum yang di tunjuk oleh keluarga,” jelasnya.
Cegah Terjadinya Pelanggaran HAM
Sementara itu, George juga meminta Pemda Maybrat, Pemprov Papua
Barat, Kapolda Papua Barat dan Pangdam Kasuari, serta DPRD Papua Barat,
dapat segera berkonsolidasi agar kegiataan penyisiran di wilayah Aifat
Timur ini tidak berujung pada pelanggaran HAM berat dan menambah koleksi
masalah yang harus di urus Republik Indonesia.
“Raport Negara dalam mengurus persoalan pelanggaran HAM di tanah
Papua sudah sangat buruk. Jadi mohon aparat negara dan juga pemerintah
di wilayah ini jangan membiarkan lagi persoalan pelanggaran hak sipil
masyarakat orang asli Papua bertambah. Kasihan beban negara ini yang
sedang menghadapi wabah Covid-19, harus di tambah lagi dengan proses
penyisiran yang harusnya dilakukan dengan approach lunak,” ungkap
George.
Benang Merah Hak Ulayat dan Perusahaan HPH
Persoalan hak ulayat dan keluhan masyarakat akan perusahaan HPH di
Kabupaten Teluk Bintuni hingga di wilayah administrasi Kabupaten
Maybrat, juga harus segera ditertibkan.
Perusahaan, kata George, tidak bisa lagi menjadikan aparat kemanan
sebagai “bemper” antara kegiatan usaha perusahan dan masyarakat pemilik
hak ulayat di wilayah operasi HPH.
“Perlu diselidiki mengapa sampai terjadi kejadian pembunuhan anggota
Brimob, oleh tim pencari fakta independen agar mengimbangi investasi
pihak Kepolisian,” ujarnya.
Tim pencari fakta yang dipimpin oleh koalisi masyarakat pembela HAM
dan lingkungan harus diberikan dukungan penuh dari pemerintah kabupaten
Teluk Bintuni dan Maybrat, sehingga mereka dapat memastikan duduk
persoalan, akar persoalan dan polemik berkepanjangan dari sistim usaha
perusahaan pemegang HPH dan pemenuhan hak-hak masyarakat pemilih hak
ulayat.
“Kalau ini tidak di atasi sampai ke akar, kejadian yang sama akan
terus berulang karena pra-kondisi yang menyebabkan terjadinya kekerasan,
pembunuhan terhadap aparat yang bekerja mengamankan aset perusahaan,
masih terus ada,” terangnya.
“Perusahan juga harus stop membenturkan aparat keamanan dengan
masyarakat. Hutan ini milik masyarakat pemilik hak ulayat dan perusahan
bahkan aparat di wilayah Aifat ini adalah “tamu” yang tidak diundang”
ungkap George menutup rilis tertulisnya.
Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua, Rev. Dr. Socratez S.
Yoman, ikut menyoroti tindakan penyirisan yang berujung terjadinya
pengungsian masyarakat di wilayah Aifat Timur.
Dalam keterangan tertulisnya, Yoman, tidak membenarkan adanya
tindakan represif aparat terhadap warga sipil dalam menjalankan tugas
Negara yang sejatinya memberikan perlindungan dan pengayoman, bukan
sebaliknya.
“Tindakan penyisiran, pengrusakan rumah warga, teror serta tindakan
yang melukai warga sipil, itu tidak benar. Aparat seharusnya belajar
dari masa lalu kejadian pelanggaran hak sipil orang Papua, dengan
mengutamakan pendekatan kemanusiaan dalam upaya penangkapan pelaku,”
ucap Yoman.
Dia mengatakan, tindakan memusnakan raga manusia, dilarang keras dan
murka Tuhan akan turun untuk mereka yang melakukan kejahatan tersebut
dan aparat pun harus tegas untuk tidak balik menggunakan cara kekerasan
dalam penyisiran apalagi mencederai umat Tuhan.
Sebelumnya, Polda Papua Barat telah merilis dua nama terduga pelaku
berinisial FA dan PW yang berhasil ditangkap dalam operasi penyisiran
dua tim bentukan Polda Papua Barat di wilayah Bintuni dan Maybrat.
FA ditangkap di wilayah Moskona Barat, dekat basecamp PT.Wanagalang
Utama kabupaten Teluk Bintuni, dan PW ditangkap di wilayah Distrik Aifat
Timur kabupaten Maybrat.
“Untuk identitas lima terduga pelaku, YA, MA, IO, TA dan AF masih
dalam pengejaran dengan status DPO,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum
Polda Papua Barat, AKBP Ilham Saparona.
(Mrk)